Janda adalah kata sebutan status seorang wanita sudah pernah menikah tapi sekarang single karena perceraian atau karena suaminya meninggal dunia. Sedangkan Negara lain lebih cenderung menyebutnya dengan single parent bagi seorang janda dengan memiliki anak. Dan single saja bila janda tersebut tidak memiliki anak.
Di belahan dunia manapun pasti banyak wanita yang menyandang status ini dengan alasan masing-masing begitu pula di Indonesia. Baik janda tua yang sudah berstatus nenek-nenek maupun yang masih muda dan kuat yang jiwanya masih dipenuhi oleh hasrat dan gairah terhadap banyak hal.
Dan dinegara kita sangat sering terdengar hal dan pendapat yang cenderung negatif bila membicarakan tentang status janda muda yang disandang oleh seorang wanita. Seperti bila para laki-laki yang membicarakannya sebagian pasti akan berkata “boleh juga tu janda….” dengan nada agak-agak genit pastinya, atau “ah janda, kalau untuk sekedar main-main sih oke saja” yang mana ini konotasinya adalah meremehkan dan komentar-komentar negative lainnya.
Bila wanita bersuami yang membicarakannya kalimat yang muncul antara lain “ih bisa-bisa suami ku tergoda oleh janda genit itu” atau “kalau janda sih dimana-mana sama, gampangan!” dan sederet kalimat negatif lain yang sudah pasti membuat miris telinga yang mendengarnya.
Saya sebagai seorang wanita sebenarnya merasa sangat risih dan prihatin bila kebetulan mendengar berbagai kalimat negatif tersebut keluar dari lawan bicara saya. Tapi disisi lain saya tidak bisa juga mencegah orang-orang tersebut untuk berpikir demikian karena terkadang mereka mengeluarkan pendapat tersebut memang berdasarkan kenyataan yang ada disekitarnya. Yang mana sebagian wanita dengan status janda tersebut memang menunjukan perilaku yang negatif.
Seperti dua orang janda muda yang saya kenal. Yang satu adalah pekerja rumah tangga dirumah kakak saya yang biasa dipanggil mbak Mis. Dia sudah menjanda dua kali karena bercerai. Sebenarnya melihat sejarah hidupnya hingga menyandang status janda, sungguh sangat membuat hati saya prihatin dan simpati. Perceraian pertamanya terjadi karena seringnya orang tua suaminya ikut campur dalam urusan rumah tangga mbak Mis. Semua hal dari yang besar hingga yang sekecil pasirpun (ini adalah peribahasa yang digunakan mbak Mis sendiri saat menceritakan kisahnya pada saya) pasti orang mertuanya ikut campur, hingga selalu menimbulkan pertengkaran diantara mbak Mis dan suaminya. Dan parahnya suaminya adalah orang yang tidak punya pendirian dan anak mami yang selalu mendengarkan dan menuruti hampir semua perkataan orang tuanya terutama ibunya. Hingga sampai puncaknya mbak Mis tidak kuat lagi dan memutuskan bercerai. Anak semata wayang hasil pernikahan mereka dibawa paksa oleh sang mertua. Tak lama menjanda mbak Mis kembali menikah dengan seorang pria Bugis yang bekerja disebuah peusahaan Batubara. Namun lagi-lagi mbak Mis tidak beruntung, karena suaminya adalah orang yang temperamental yang bila marah dengan mudah melayangkan pukulan dan tendangan padanya. Sebenarnya mbak Mis berusaha bertahan dengan harapan akan ada perubahan pada suaminya dengan cintanya dan kehadiran kedua anak mereka, selain itu mbak Mis juga tidak mengharapkan untuk menyandang status janda untuk kedua kalinya. Karena jadi janda miskin seperti dulu lagi sangatlah berat. Tapi apa daya dia pun sampai pada titik dimana sudah tidak tahan lagi dengan kekerasan suaminya. Dan akhirnya diusianya yang masih 26 tahun sudah harus menyandang status janda untuk kedua kalinya.
Kini dengan status janda dengan menanggung dua anak dari pernikahan terakhirnya (anak pertama dari pernikahan sebelumnya dibawa mantan mertuanya) mbak Mis bekerja sebagai pembantu rumah tangga, karena dia hanya lulusan SMP. Tapi dia berkata bahwa suatu saat masih tetap ingin berumah tangga kembali dan tidak pernah merasa trauma dengan pengalaman sebelumnya. Dan dia benar-benar serius dengan niatnya untuk menikah lagi. Dan keinginan ini membuatnya menjadi seorang yang agresif terhadap pria yang diharapkannya. Dimana untuk menunjukan rasa tertariknya dia berani mengungkapkan duluan, menghubungi duluan, mengajak duluan, mendatangi duluan pria tersebut. Bahkan dengan percaya dirinya dia menunjukan isi sms yang bernada aajakan kencan dan berhubungan yang kata-katanya cenderung genit untuk pria yang ditaksirnya pada saya dan kakak saya. Pria yang ditaksirnya kebetulan adalah juga karyawan kakak saya diproyek. Dan ironisnya si pria tidak memberikan respon yang bagus karena melihat status mbak Mis yang janda dua kali. Menurut si pria kalau baru menjanda satu kali mungkin masih mempertimbangkannya. Tapi kalau sudah dua kali membuatnya berpikir lagi. Ditambah dengan keagresifan yang ditunjukan mbak Mis semakin membuatnya takut dan membuatnya jadi berpikir buruk bahwa mbak Mis orang gampangan. Tanpa diminta, berani menawarkan diri duluan, inilah yang dicurhatkan si pria pada kakak saya. Ya, secara kita tinggal di Indonesia yang mana sebagian besar masyarakatnya masih berpikir, bertindak dan memegang adat ketimuran dengan kuat. Hingga apa yang dilakukannya membuat pandangan miring pada dirinya yang berstatus janda. Tapi mbak Mis masih memiliki sedikit keberuntungan karena pria yang ditaksirnya kali ini bukan tipe orang yang suka main-main dan memanfaatkan keadaan. Mungkin karena si pria memang tergolong sudah berumur, hingga berpikir lebih dewasa meski masih berstatus belum menikah.
Mbak Encum pernah curhat kesaya bahwa sebelumnya dia kerap dituduh pihak yang mandul oleh suami dan keluarganya hingga hampir sepuluh tahun menikah belum punya anak. Hingga saat setelah menjanda dia berhubungan dengan seorang pria dan hamil padahal belum terikat pernikahan, dia justru bangga dan bahagia dan dengan percaya diri datang kekeluarga almarhum suaminya untuk mengabarkan hal tersebut dan menegaskan bahwa selama ini dia sehat dan mampu memiliki anak. Dan keluarga almarhum yang ngenes pun menceritakannya kemana-mana sebagai janda genit dan gampangan.
Ini hanya sedikit contoh negatif yang ada dilingkungan saya dan semakin membuat orang berpikir buruk tentang janda. Dan sudah pasti kita bisa menemukan sederet contoh lain dilingkungan kita masing-masing, seperti janda muda jadi simpanan pria beristri, janda muda tebar pesona sana-sini dan lain-lain. Padahal sebenarnya tidak semua orang berstatus janda selalu berlaku negatif. Masih banyak juga yang baik dan sangat-sangat menjaga dirinya, namun sebagian besar orang memukul rata pendapatnya. Bahkan saya pernah mendengar seorang rekan saya berkata “ah mana ada sih janda yang bener, dimana-mana juga sama. Kalau miskin pasti menggoda pria untuk menggerogoti hartanya, kalau kaya pasti rela membayar untuk cintanya dan laki-laki mana yang menolak hal demikian. Sama seperti kucing diberi daging ikan asin”. Saya mendebatnya dengan mengatakan bahwa tidak semua demikian, dan memberi beberapa contoh bahwa kakak saya meski janda miskin sangat menjaga harga dirinya. Baginya mending hidup miskin tapi terhormat, dari pada sudah miskin harta, miskin moral dan miskin harga diri pula. Juga salah satu saudara saya yang lain, janda kaya dari seorang pria Jepang. Suaminya meninggal karena sakit saat dua anaknya masih balita. Tapi hingga sekarang saat keduanya sudah kuliah dia tetap menjanda dan mencurahkan kegiatan hidupnya pada anak, ibadah, kegiatan amal dan social dan hal positif lainnya. Dia berpikir, takut menikah lagi karena kwatir laki-laki tersebut hanya akan memanfaatkannya saja. Lagipula dia juga sudah merasa cukup dengan keberadaan kedua anaknya. Dan sepeninggal suaminya saudara saya ini kembali tinggal bersama kedua orangtuanya di Banjarmasin, sedangkan beberapa rumah yang diwariskan almarhum suaminya yang berda di Jakarta dan Depok dikontrakan. Dengan hati-hati dia mengelola harta peninggalan suaminya untuk membesarkan kedua anaknya dan hidup cukup sederhana dan bersahaja bersama kedua orangtuanya.
Berstatus janda muda bagi seorang wanita tentu bukanlah sebuah tujuan atau pilihan hidup. Saya sangat yakin, setiap wanita menginginkan pernikahan bahagia hingga kakek nenek. Tua bersama suaminya hingga maut memisahkan. Tapi setiap orang tidak pernah tahu dan tidak pernah menduga jalan hidupnya kedepan dimasa yang akan datang. Saat menikah pun pasti sebagian besar manjalaninya karena cinta dan keyakinan akan kebahagiaan. Tapi bila ternyata ditengah jalan pernikahan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dan diluar kendali mereka sebagai manusia biasa tentu itu tidak bisa ditolak bukan. Seorang wanita yang bercerai dari suaminya, apapun alasannya tentu sudah melakukan berbagai pertimbangan yang tergolong berat dan matang, bahkan terkadang dibarengi dengan hujan air mata. Apalagi jika sudah ada kehadiran anak didalam rumah tangga tersebut. Jadi status janda bukanlah status yang mudah dan enak bagi seorang wanita. Pada saat terjadi perceraian tersebut saja saya sangat yakin sudah merupakan proses hidup dan pukulan yang sangat berat bagi seorang wanita.
Apalagi yang status janda karena suaminya meninggal, sudah pasti hujan air mata dan pukulan berat akan dilalaui seorang wanita. Menjalani hidup tanpa pendamping, tidak ada lagi yang bisa diajak berbagi. Kenangan-kenangan indah yang menghantui, semua tentu bukan hal mudah yang harus dijalani. Meski ada keluarga tentu perannya beda dengan seorang pasangan yang dicinta. kata kakak saya dulu, jadi janda itu susah, tidak macam-macam saja sudah banyak yang berpikir jelek, apalagi macam-macam. jadi bagaikan hidup berjalan diujung duri.
Namun saat semua proses sudah berlalu dan seorang janda sudah bisa menangatasi keadaan dirinya dan terjerumus pada hal-hal buruk tentu sangat memprihatinkan. Saya tidak pernah mendukung hal negatif yang sering diperlihatkan oleh para wanita berstatus janda, tapi sebisa mungkin saya juga berusaha untuk tidak menghakimi mereka dengan pendapat negatif pula. Bohong sebagai wanita biasa kalau saya berkata saya sekali waktu tidak pernah ngerumpi atau ghibah, tapi saya pada dasarnya memang seseorang yang selalu berusaha keras untuk menggiring pikiran saya sendiri untuk memandang banyak hal dengan dan dari segi positif. Seperti kasus mbak Encum, saya berkata pada keluarga almarhum suaminya saat mereka menceritakan semua pemikiran negatif mereka agar sabar dan mencoba memahami sikap mbak Encum. Mungkin selama ini dia cukup malu juga selalu dituduh mandul oleh suami dan keluarganya, hingga saat tahu dirinya hamil, rasa malu sebagai perempuan hamil sebelum menikah jadi terlupakan dan tertutupi oleh rasa bangga dan bahagia. Bahwa ternyata dia perempuan normal yang bisa hamil. Jadi mari kita do’akan saja supaya dia bahagia jawab saya saat itu. Dan karena jawaban ini pula saya digunjingkan lagi oleh orang lain dengan dianggap sok baik, mentang-mentang waktu anak saya masih bayi mbak Encum sering menolong saya untuk menjaganya saat saya ada keperluan mendesak. Tapi saya diamkan saja hal tersebut, karena ditanggapi pun tak ada gunanya.
Begitu pula pada kasus mbak Mis, saya dan kakak saya memberikan pengertian yang baik dan tersirat agar dia merubah caranya karena bisa-bisa malah akan menimbulkan pendapat buruk dari orang lain dan bisa-bisa malah membuat orang yang ditaksirnya takut. Meski saya dan kakak sudah tahu jawaban dan alasan si pria kami tidak membukanya terang-terangan pada mbak Mis, karena memang kami menghargai dan menjaga perasaanya dari rasa malu dan minder.
Karena itu bagi para pembaca, mari kita selalu berusaha untuk berpikir positif pada orang berstatus janda muda, karena tidak semua berperilaku buruk dan negatif. Jadi kita jangan selalu mengeluarkan pendapat yang memukul sama rata. Karena sebenarnya mereka adalah orang-orang yang butuh perhatian dari rasa kesepian dan cinta. Jika hal buruk itu terjadi dan dilakukan oleh orang terdekat kita, kita wajib untuk mengingatkan dan menasehatinya bukan? Entah diterima atau tidak yang penting kita berusaha melakukan yang baik.
baca juga
Cerita Dewasa Panas Wanita Berjilbab Selingkuh Dengan Adik Iparnya PART 1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar